Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Dingin: Sepi membunuh!

Berkali, kucoba balik lembar lama Berharap masih ada harap yang kutinggal Bersenandung pura pura tenang, tak gundah Bertatap cermin dengan tebal riasan kebohongan Tapi, apa daya... Dingin mencoba mengambil kemudi Terdiamku ketika sadar, dingin mulai mencipta puisi sepi di kepala, di hati Terpaku saat kusadar, sepi membunuh! Pelan...Tapi pasti! Tetapku usaha bernafas dalam, bermain dengan irama kematiannya Ya! Sudah begitu ditulis.. nasib menjadi mayat Yang kubiasakan sedikit demi sedikit, berpacu dalam arena pembunuhan ini Yang digores dalam rasa, dan dilumuri kepedihan Yang digoreng dengan api kebencian kecil dan matang perlahan Matiku pasti, Membusukku pun jelas adanya Memang begini sudah kuterima saja Mungkin, dingin terlalu iri pada kehangatan jiwaku Baca tulisan lainnya

Pemkab Sleman Akan Lakukan Rapid Test ke Padagang Pasar Juni Mendatang

ilustrasi corona virus Sumber:  TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN Pemkab Sleman akan melaksanakan rapid test di pasar tradisional pada bulan Juni mendatang. Kegiatan tersebut akan menyasar 500 pedagang di 10 pasar tradisional. Juru bicara Gugus Tugas Covid-19 Sleman, Shavitri Nurmala Dewi menjelaskan pasar yang dimaksud tidak hanya pasar yang dikelola oleh Pemkab tetapi juga oleh Pemdes. Mulai yang berada di Kecamatan Gamping, Mlati, Depok, Ngaglik, Godean dan Prambanan. Penentuan pasar berdasarkan tingginya aktivitas di sana yang menyebabkan kerumunan. Selain itu, kriteria lain adalah lokasi pasar berada di wilayah atau kecamatan yang memiliki pasien positif Covid-19. "Rapid test bagi  pedagang pasar tradisional  ini kami gelar agar tidak muncul klaster baru dari pasar. Meskipun selama ini kami sudah menghimbau agar pedagang pasar mengikuti protokol kesehatan," ujar perempuan yang akrab disapa Evie ini, Kamis (28/5/2020). Lebih lanjut ia menjelaskan, tidak semua pedagang a

Idul Fitri : Rantauku

Tak pulang (lagi) tahun ini... Tak berpeluk bapak ibu (lagi) tahun ini Tak berkunjung ke sanak saudara Tak makan besar Idul Fitri, rantauku... Idul Fitri, rinduku Idul Fitri, sendiriku Idul fitri, sederhanaku Ku syukuri, sehatku Ku syukuri, jauhku Ku syukuri, keberadaanku Ku syukuri, kondisiku Mungkin banyak yang kekurangan Materi Mata berkaca ketika bersalaman, namun Masih banyak yang kehilangan keluarganya Jadi, semangatlah Jadi, sabarlah Jadi, kuatlah Jadi, tabahlah Idul fitri-ku... Rantauku... Baca juga : Kumpulan puisi kompasiana

UGM Pimpin Pembuatan Inovasi Rapid Test Covid-19 RI-GHA

Editor:   Wahyu Adityo Prodjo KOMPAS.com  - Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK)  UGM , Prof. Sofia Mubarika Haryana memimpin pembuatan inovasi uji diagnosis cepat (rapid diagnostic test/ RDT) untuk  Covid-19  yang berbasis antibodi untuk mendeteksi IgM dan IgG yang diproduksi oleh tubuh untuk melawan Covid-19. “Awalnya, saat muncul pandemi Covid-19 kami memang berpikir apa yang dapat kami lakukan untuk ikut membantu penanganan Covid-19. Kemudian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menginisiasi untuk melakukan inovasi riset mengenai Covid-19,” jelas Prof. Rika seperti dikutip dari laman UGM. BPPT mengundang dan mengajak beberapa peneliti Indonesia untuk bergabung melakukan riset dalam usaha penanganan Covid-19. Salah satu peneliti yang diundang adalah Prof. Rika dari FK-KMK UGM. “Kebetulan penelitian saya sebelumnya adalah mengenai virus yang terkait dengan kanker, yaitu Epstein-Barr Virus (EBV). Saya juga mempelajari bi

Puisi: "Anu"

Cinta itu bagai kentut, Setelah terungkap akan lega Sayang padamu bagai rembulan, meskipun bopeng... Aku menunggu cahayamu Kasih padamu itu bagai angin kencang, setelah rubuh, aku akan bangun mengejarmu Rasa penuh cita, Rasa terluka, dan duka yang terbuka Apapun itu aku tetap mengejarmu Karena "ANU"ku padamu Posted:2011-12-24 15:14:04 UTC+07:00 source: raseukinotes.blogspot.com

Terserah!

Bicara tanpa ilmu Berlenggok seakan biasa saja Ya! Terserah! Mengaku anak negri Menderita tak ada yang peduli Ya! Terserah! Sekarat dan berkarat Selimuti diri dengan khidmat Ya! Terserah! Kalau kau pikir kebal? Kalau kau kira selamat? Ya! Terserah! Tapi jangan jadikan kami tumbal Tetap memilih keluar acuh pada ajal Ya! Terserah! Corona bukan mainan Corona merusak dan mematikan Ya! Terserah! Aku lelah dengan rumah Aku ingin bekerja (lagi) Ya! Apa daya.. Aku hanya rakyat biasa!

Tekuk, Lipat, dan Berlapis: Kecewa

Kutekuk, kulipat..berlapis Perasaan kecewa, putus asa Bersenandung dalam hujan agar saru tampaknya Kubelenggu kepedihan...dalam gelap Perasaan sedih, dan lenyap harap Berenang dalam lubang agar tak tampak rupanya Ya! Begitulah... Ketika terlalu memberi ruang pada manusia Tidak! Bukan tak lagi... Ketika mencoba kembali namun sirna adanya Bu, Tahukah? Mengertikah? Pak, Terdengarkah? Pedulikah? Berkali aku hujamkan penjelasan Perasaan seekor piyik dilumbung cinta Namun, tak daya kutampung gelisah Hari demi hari, Tahun ke tahun, Menjadi tahi dan hinaan Bukan aku tak mau, Bukan pula tak sudi, Tapi kotoran berlapis dicitraku Ya, baiklah... Aku mendengar, Aku berdiam Semua punya waktu, Kutekuk kembali kecewa Kulipat lagi semua, ku ikat dan kusimpan di garasi jiwa. Cukuplah.. Berhenti. Aku lelah.

Virus!

Begitu... Membuatku mati perlahan, Mengerang pedih dalam kesendirian Begini? Tidak bukan mauku seperti ini, Tidak dengan kesepian dan derita Virus! Ya! Kau adalah virus Yang merasuk dan menggegorogiku Virus! Habisi saja sekalian! Hilangkan jiwaku jangan sisakan Sudah cukup! Berhenti membunuh perlahan Bergeraklah cepat dan matikan aku Sekilas saja Hentikan pandanganmu tepat di mataku Hinakan kondisiku tak merubah takdir Tak mampu lagi aku Senandung senja pun memudar Sajak durjana pula tak lagi menghibur Lepaskanlah, Jangan janjikan aku bahagia Jangan lagi aku dijadikan tumbal Lewatkanlah... Acuh hidupku kini Aku biarkan virusmu menerjang ... Kau! ... Virus !

Menjadi Hakim, atau memilih jadi pesakitan?

Menelisiklah... Aku tau, hidup tak bisa percaya sepenuhnya Tapi bukan hak-ku menjadi hakim bagi hidupmu Menataplah... Kau pun tau, manusia tentu punya kesalahannya masing-masing Tapi, bukan juga hak-mu menjadikan Ia pesakitan dan menentukan ia hina atau tidak Berjalanlah, Biarkan hidupmu berjalan jauh... Bebaskan pikiranmu dengan melihat masalah lebih banyak, jadikan kutipan. Berlarilah, Biarkan matamu memandang luas... Bulatkan tekat agar kau berhenti memandang hanya dari sudutmu saja. Oh! Mungkin kau merasa suci? Tak apa, Aku paham. Semoga Tuhan mengerti. Ah! Masih menilai orang lain dari matamu? Tak apa, Aku mengerti. Kuanggap ilmu-mu masih seujung tai kuku. Sudahlah... Aku tak ingin berdebat. Cukup tak menjadi Hakim bagi orang lain, tak pula menjadi pesakitan dimata orang lain. Cukup. Hakim dan Pesakitan, menilai, menimbang, dan menentukan keputusan .

Mak Rindu, Nak.

3 hari sudah... Aku menanti hingga matahari mulai meninggi Namun, tak kunjung muncul kedatangannmu 3 hari pula... Aku rela memejam berbantal lengan Namun, tak ada tandamu Nak, Amak rindu... Tingkah polah dan suaramu yang lucu Nak, Pulanglah... Bukankah mak sudah janji memberimu wet food minggu ini Pulanglah, Biarkan amak peluk erat Biarkan amak cium kepalamu Pulanglah, Amak ingin mengelus kepalamu saat kantuk datang Amak ingin menggendong hingga kau tenang Amak rindu, Nak Aluwi ku..

Kopi, Hujan, dan Kau

Seakan dunia berhenti bicara, Ketika kuseruput perlahan... Rinduku semakin menjadi Tiap-tiap tetesnya menjadi kilas balik, Saat kutatap dalam... Pedihnya terasa makin dalam Kopi, hujan dan Kau Meluncur cepat menuju ingatan... Kala kita pernah bersenandung ringan berdua saja Puisiku, Berhenti di ujung pena... Manakala emosi meremukkan harapan lama Lagi, Terus saja merasuk imaji... Merobohkan keinginan yang terbangun bertahun Ya! Kopi, hujan dan Kau Melenyapkan nada-nada indah dalam angan

Jikalau, Ya.

Mengusahakan segalanya, untukmu... Pernah! Tentu saja. Apa yang tak kuberikan? Bahkan merelakan nyawaku pun aku pernah. Apa? Bodoh? Oh tentu saja sayang, belum pernah ada orang jatuh cinta yang mendadak pandai. Belum pernah ada orang jatuh cinta yang perhitungan. Jikalau, ya! Lantas ketika aku memilih berhenti, dan pergi. Mengapa tak pernah ada ucapan baik yang kudengar? Jikalau, ya! Lantas ketika kau memaki, dan aku diam. Mengapa justru cacian yang kau beri, sayang? Mengusahakan semuanya, untukmu. Adalah bagian dari jatuh cinta terdalamku Sekaligus, bagian hidup terbodoh yang aku lakukan. Sekarang? Pergilah... Aku relakanmu untuk mendapatkan kebodohanmu selanjutnya.