Langsung ke konten utama

Segenggam Pasir Adalah Cinta





Hujan turun perlahan, teratur sekali hari ini. Seperti perasaan Laras padaku, teratur, rapi, tapi basah. Aku menatap Laras dari jauh, berharap ia tak melihat keberadaanku. Kejadian pahit itu sudah lampau, tapi aku masih berdiri mengendap untuk melihat Laras.

Jika saja dulu aku lebih baik, pasti Laras tidak akan menjadi segenggam pasir yang lepas dari genggamanku. Air mata Laras masih saja membasahi hatiku yang telah menghancurkannya, dan sampai saat ini aku masih saja merasa bersalah, meskipun Laras sepertinya sudah membuang ingatannya tentang aku. "hhh...." helaan napas berat ini selalu muncul ketika ada nama Laras dalam hariku.

*terpaku
Laras menatap kearahku! Tapi seketika dia masuk ke dalam kedai kopi bersama seorang teman lelaki. Tampaknya dia tak menyadari kehadiranku, dan aku bersyukur. "Hufft..Untung" Ucapku pelan sambil mengelus dada. Aku coba lihat ke dalam kedai, tapi tak mampu menjangkau tempat duduk Laras. Kendaraan di jalan ini terlalu ramai, halu lalang yang padat dikarenakan ini adalah hari Senin. Sudahlah, besok saja aku lihat paras Laras lagi. "Aku rindu pada senyummu Laras" bisikku pada angin.

Pulang dengan kuyup adalah kebiasaan burukku di awal Januari ini. Kemeja kotak-kotak biruku sudah lengket dengan kulit, celana kain abu ini juga sudah bisa dua kali peras, sedangkan jas abu ini kucelup ke dalam tas tangan kulit, ku harap tak basah. Karena besok aku masih butuh satu-satunya jas milikku ini, rapat dengan pemilik saham tidaklah semudah yang orang-orang bayangkan.

Di rumah, setelah mandi dan berpakaian, aku segera merebus mie instan bersama telur, bersyukur sajalah masih bisa makan karena banyak orang yang detik ini bakan sudah tidak makan seharian. Sekarang pukul 8 tepat, tanggal 10 Januari 2012. Aku bengong di depan televisi, lihat berita keuangan terbaru. Tak ada yang menarik, aku putuskan untuk menyalakan Boombox setelah mematikan tv. Lagu R&B favoritpun jadi pilihan, tak sadar ternyata kaki dan tanganku menari ikut irama. Terulang lagi memori tentang Laras.

Waktu itu 2001. Aku baru lulus sekolah masih dengan profesiku sebagai street dance, disewa beberapa cafe dan mall untuk menampilkan gaya-gaya tarianku yang kata mereka "oke". Aku bertemu dengan Laras di salah satu cafe yang menyewaku itu, dia dan teman-temannya termasuk anak yang suka nongkrong di cafe untuk sekedar duduk, atau curhat, bahkan bagi-bagi gosip. Laras gadis yang ramah sekali, senyumnya selalu bikin aku salah tingkah. Grogi, dan dia tidak sekalipun terlihat diantar atau duduk dengan teman laki-laki berdua saja. Aku suka sekali memandangnya, dia anggun, kecerdasan, kecantikan, dan etikanya bergabung jadi satu. Luar biasa ciptaan Tuhan yang satu ini.

Suatu sore, sebulan setelah kami berkenalan, dan sudah saling tukar nomor hp. Aku sering mengirimnya pesan untuk menanyakan kabar, yah...usaha standar laki-laki untuk mencari perhatian. Sayang, dia membalas pesan selalu singkat. Aku pikir dia tak ingin aku ganggu. Tapi kegigihanku membuahkan hasil yang baik sekali, sewaktu aku menelponnya untuk pergi ke salah satu tempat favoritnya, yaitu Taman Kota. "Aku suka sekali ke taman kota, di situ adem dan banyak anak-anak. Aku suka sekali sama anak-anak, Jal" katanya saat itu.

Huh, ingatan tentang Laras begitu indah. Aku sekarang berbaring terlentang dan menjadikan tanganku sebagai bantal. Lamunan malam, begitu aku menyebutnya. Wajah Laras malam ini jelas sekali, harumnya yang selembut bayi, matanya yang berbinar, pipinya yang berlesung, suaranya yang lembut seperti kapas. Ah...Aku ini mikir apa sih? Tak pantas manusia sehina aku memikirkan gadis manis itu. Akhirnya kantuk mampir dan akupun tertidur. Malam ini pasti mimpi Laras.

*Pagi
"Ijal! Hai...Hai...!! Bangun. Sudah jam 7 ini. Nanti telat lho.." Suara Mira menyadarkanku seketika. Tanpa bicara aku beranjak dari tempat tidur dan bergegas menuju kamar mandi. "Aih...Kebiasaan si Bang Ijal ini! Bilang makasih kek?" Teriak Mira dari kamarku. Aku tetap tak bicara, hanya melambaikan tangan sebagai pengganti kata "thanks" untuk Mira. Adikku, satu-satunya manusia yang benar-benar menyintaiku. Mungkin kalau ada mama dan papa, mereka akan sangat bangga pada putri bungsunya itu.

Setelah selesai bersiap-siap dan sarapan semangkuk sup buatan Mira. Mencium keningnya "Abang pergi ya dek... Itu ada uang abang tinggalkan untuk beli buku baru, belanja, dan kalau kamu perlu untuk jalan-jalan. Baik-baik! Daah" Kutinggalkan Mira yang tidak menjawabku, dia menganga seperti berfikir sesuatu. Diperjalanan aku menerima pesan singkat darinya "Bang Ijal ngomong, hihihi. :D". Membaca pesan itu aku hanya senyum, senyum yang lega sekali.

Diperjalanan, aku melihat Laras. Lagi-lagi dengan lelaki yang sama, sudah 10 kali di bulan Januari ini. Laras menggunakan setelan kantor berwarna cream, dengan kemeja coklat bercorak bunga berwarna baby pink. Manis sekali, wajahnya juga berseri-seri hari ini. Sama seperti cuaca yang cerah hari ini, mengisyaratkan kebahagiaan diwajah cantiknya. Lampu lalu-lintas sudah hijau, dan kami berjalan ke arah yang berbeda. Sama seperti hidup kami yang sudah jalan di arah yang beda pula. Dia lurus, dan aku ke kanan. Benar-benar berbeda.

To be continued...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Red Glowing Gel, Jogja, dan Kecantikan Alami

  Setiap kali bicara mengenai wanita, selalu yang terlintas adalah first impression terhadap how do she look. Tidak perlu muluk-muluk jika Indonesia sudah teracuni stereotype cantiknya wanita adalah kulit putih kinclong tanpa bopeng, glowing, bibir basah lembab, dan mata tanpa kantung. Tapi apa pernah terbayang, sebenarnya penilaian itu justru membuat banyak wanita merasa tidak percaya diri untuk tampil, membuktikan sebenarnya kecerdasan adalah nomer dua setelah keimanannya pada Tuhan? Sejujurnya, saya adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang kehilangan kepercayaan diri karena penilaian first impression dimulai dari fisik. Namun itu tidak lagi saya alami sejak tahun 2015 akhir yang lalu. Kenapa? Akan saya jelaskan sedetail-detailnya di paragraf bawah. 😁

Remember Me

Berjalanlah jauh.. tak apa Egoku kutekan dalam-dalam Gemetar menahan kesendirian..tak apa Ocehanku kusimpan lebih lama Tapi, Remember me. Bukanlah hal yang sulit. Setiap kau memenuhi kebutuhanmu, ada aku di situ. Sayangnya, hatiku tergores. Kau lupa.

Menulis itu mudah : 3 Cara Mudah Menulis Artikel

Beberapa kali terpikirkan, menulis, membaca, menulis lagi, membaca lagi setelahnya. Namun, tidak semudah menghayalkan mimpi menjadi seorang penulis. Bahkan penulis terkenal sekalipun perlu berlatih menulis, dan mencoba menerbitkan bukunya dalam jangka waktu yang tidak sedikit. Lantas berapa lama waktu yang tepat? Tidak semua orang sama. Tapi semua orang butuh melatih menulis, untuk itu saya ingin membagikan tips berlatih menulis untuk teman-teman yang ingin menjadi penulis (seperti saya). Sebagai pemula saya dan beberapa rekan memiliki kendala yang sama dalam menulis, yaitu kesulitan menulis dengan kata yang setidaknya memiliki 700 kata atau lebih. Kendala ini mungkin tidak lagi ditemui penulis profesional, untuk menentukan tema dan judul lebih mudah dikembangkan. Untuk itu saya akan membagikan kebiasaan saya dan rekan-rekan dalam menulis artikel dengan 3 cara berikut. Semoga dapat membantu kalian (penulis anyar dan pemula seperti saya). Bercerita Pada Paragraf Pertama dan Kedua Banyak...