Mendung kembali, suara suara desah petir menggelitik telinga...
Perlahan kuresap bau tanah yang dibasahi rerintik air mata langit.
Bukan tentang sakitku yang ku keluh, bukan pula hidupku yang terasa menipis asanya.
Tapi tentang, Kau. Sosok terang dalam butaku, buta pada sinar terang, bahkan matahari.
Memang, pernah aku berusaha menolak kenyataan...
Kenyataan pahit saat aku tau, cahaya terang adalah fana untukku.
Bisakah? Memutar waktu, berlari kembali ke tempat jaya dan besar namaku?
Seandainya? Tidak! Tak perlu.
Bukan kejayaan yang aku butuh. Tapi kau.
Menyapamu, dan menyampaikan perpisahan.. berterima kasih karena menjadi teman seper-anjingan, seper-kucingan.
Terbiasa saling hina tanpa beban, menertawakan penderitaan masing-masing, tapi berdiri paling depan ketika musibah membenturkan pedihnya.
Biarlah, kali ini aku pamit. Pamit dari kepura-puraan.
Pamit dari racun bagi diriku sendiri, juga pamit dari kebohongan "aku punya sahabat".
Sejujurnya, aku tak punya sahabat.
Sekalipun.
Menyeka air matamu, dalam air mata langit.
Tak perlu ada seandainya.
Jalanlah ke depan, lupakan aku.
Karena selepas ini, aku tak lagi bisa kau temui di ruang gelap.
Karena, aku akan menyatu bersama cahaya, pulang ke rumahNya.
Komentar
Posting Komentar